Nilai Islam dalam Institusi Pendidikan: Aturan Penggunaan Rok Panjang Sebagai Wujud Moral Geography di Indonesia
Seragam merupakan hal yang sangat esensial dalam institusi
pendidikan, yaitu sekolah. Pemakaian seragam sekolah ini bahkan menjadi
hal yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia atau PERMENDIKBUD Nomor 45 tahun 2014, yang
berisi aturan pemakaian seragam sekolah bagi peserta didik pada jenjan
pendidikan dasar dan menengah. Kemeja putih, rok dengan panjang lima
sentimeter dibawah lutut, pemakaian atribut seperti ikat pinggang dan
kaos kaki merupakan hal yang wajib diterapkan pada sekolah dasar atau
menengah negeri. Namun ternyata aturan yang ditetapkan oleh
permendikbud ini berbeda cara penerapannya pada sekolah swasta.
Perbedaan terlihat pada penggunaan rok yang antara negeri dan swasta,
memiliki panjang yang berbeda. Hal yang ingin diangkat dari fenomena ini
adalah sebenarya bagaimana melalui aturan penggunaan seragam
sekolah negeri ini, terselip nilai islam yang secara implisit diwujudkan,
yaitu yang sangat kentara adalah pada penggunaan rok yang panjangnya
wajib lima sentimeter dibawah lutut. Bahkan pada praktiknya, sekolah
menengah pertama negeri, aturan penggunaan rok ini tidak lagi harus
lima sentimeter di bawah lutut, melainkan sampai mata kaki.
Melaui apa yang telah dibahas diatas, saya hendak menggunakan
konsep moral geography, dimana konsep ini membahas mengenai
pemisahan ruang-ruang moral dan immoral di dunia. Disini yang perlu
dilihat adalah bagaimana ruang publik dianggap memiliki sifat yang
sekuler atau sangat keduniawian. Dengan demikian memunculkan
diskursus mengenai batas yang perlu diperhatikan dengan tujuan untuk
menyiasati ruang publik yang sekuler tersebut. Contohnya sebenarnya
bermacam-macam dan dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu seperti pembangunan tempat religius seperti musholla di dalam
mall, pemakaian hijab untuk kaum perempuan sebagai pembatas interaksi
laki-laki dan perempuan dalam ruang publik, dan masih banyak lagi. Dan
salah satunya yang hendak saya ulas adalah bagaimana penggunaan rok
panjang, yang merupakan bukti perlunya pembatas dalam ruang publik
yang sekuler ini. Hal ini sama seperti penggunaan hijab, namun bedanya
jika penggunaan hijab memang dikhususkan untuk umat muslim,
sedangkan aturan rok panjang ini digeneralisir pada seluruh masyarakat.
Aturan Penggunaan Seragam di Indonesia
Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia, pakaian mempunyai
yang peran dan arti yang penting, dimana ide mengenai pakaian itu
sendiri sebenarnya mencerminkan peradaban suatu bangsa. Fungsi
pakaian pada masa sekarang ini mampu menunjukkan identitas,
kesatuan, dan juga mamu menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa itu
sendiri. Namun tidak jarang penggunaan pakaian itu sendiri digunakan
untuk kepentingan politik.1
Begitu pula dengan penggunaan seragam.
Sejarah pemakaian seragam ini sebenarnya dapat dilihat sejak
masa penjajahan Jepang di Indonesia pada tahun 1940-an. Nilai-nilai
kemiliteran dan bagaimana pentingnya disiplin pada saat itu yang hendak
diterapkan bagi masyarakat Indonesia, termasuk para pelajar. Namun
dibalik itu, sebenarnya penggunaan seragam juga menggambarkan
bentuk kekuasaan tertentu yang merupakan wujud dari kontrol penguasa
itu sendiri. Dari sinilah bagaimana budaya penggunaan seragam mulai
berkembang. Pada masa pemerintahan orde baru, aturan mengenai
penggunaan seragam dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan
pakaian seragam sekolah dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Departemen P dan K
No. 052/c/kep/d.82 dengan tujuan agar tidak menimbulkan kecemburuan
sosial antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, karena sebelum
surat ini dikeluarkan, peraturan penggunaan seragam bisa ditetapkan oleh
kepala sekolah atau kepala kantor wilayah yang berwenang.
Meskipun pada awalnya terjadi permasalahan karena ternyata justru
pada masa ini siswi muslim yang berjilbab dianggap melanggar aturan
pemakaian seragam, namun akhirnya terjadi revisi dan perubahan
terhadap undang-undang tersebut sampai pada akhirnya menjadi seperti
1 Henk Schulte Nordholt, outward appearances dressing state and society in Indonesia.
leiden : KITLV Press, 1997
yang sekarang ini, yaitu yang tertulis pada PERMENDIKBUD Nomor 45
tahun 2014. Dalam proses penyempurnaannya, pimpinan Departemen P
dan K menerima surat dari pimpinan Majelis Ulama Indonesia No: b781/MUI/x/1990 pada tanggal 12 oktober 1990 yang pada intinya
meminta peninjauan kembali peraturan penggunaan seragam sekolah ini,
dan akhirnya terdapat beberapa hal yang disepakati, yaitu :
a. Siswi SLTP/SLTA memakai tutup kepala seperti rancangan dalam
konsep, lampiran III dan IV
b. Siswi SLTP memakai rok midi di bawah lutu dan pakai kaos kaki
panjang. Siswi SLTA memakai rok panjang sampai mata kaki dan
lengan kemja tangan panjang sampai ke pergelangan tangan.
Akhirnya, pada tanggal 31 Januari 1991 konsep final ini telah disampaikan
pada rapat Koordinasi MENKO KESRA, yang mana telah di setujui terlebih
dahulu oleh Presiden Soeharto, dan diresmikan dengan penandatanganan
oleh Dirken Dikdasmen serta acara peragaan seragam sekolah itu sendiri.
Dari sini sebenarnya sudah dapat terlihat bagaimana institusi agama
mampu masuk ke dalam institusi pendidikan melalui nilai-nilai yang
diterapkan dengan aturan penggunaan seragam yang bertaraf nasional
ini.
Rok Panjang Sebagai Wujud Moral Geography
Dari ulasan diatas, untuk dapat melihat bagaimana korelasi antara
penggunaan seragam rok panjang dengan moral geography, kita perlu
memahami terlebih dahulu sebenarnya bagaimana konsep moral
geography ini. Tulisan yang menjadi bahan referensi atau rujukan saya
adalah tulisan oleh Guney Dogan dengan judul Moral Geographies and
the Disciplining Of Senses Among Swedish Salafis yang menceritakan
tentang bagaimana kehidupan masyarakat muslim salafi di Swedia, yang
berusaha mempertahankan moral geography mereka dengan habitus
habitus yang mereka jalankan sebagai pembatas antara dunia yang
sekuler, atau sebagaimana dalam bacaan ini sebagai corrupting world,
dengan keagamaan atau dunia yang bermoral. Saya melihat hal ini sama
dengan aturan penggunaan seragam rok panjang yang ada di Indonesia.
Penggunaan seragam rok panjang yang ada di Indonesia dilihat
sebagai moral geography, dan sebenarnya secara tidak langsung
menggambarkan bahwa nilai Islam telah masuk ke dalam ruang publik
yaitu institusi pendidikan. Jika dilihat dari sejarah aturan penggunaan rok
panjang ini, dapat dilihat bahwa dalam mengatur sebuah aturan yang
hendak diterapkan oleh masyarakat, perlu melihat bagaimana kondisi
masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini, pembuatan aturan pemakaian
seragam pun tidak dapat dilepaskan oleh kondisi masyarakat Indonesia
dengan penduduk mayoritas beragama muslim. Dibuktikan dengan
ternyata, organisasi masyarakat yang ada seperti MUI, ikut turun ambil
andil dalam pembuatannya agar apa yang hendak diterapkan kepada
masyarakat diharapkan mampu mengikuti moral dan nilai Islam itu
sendiri.
Rok panjang merupakan bentuk perwujudan bahwa nilai Islam untuk
menutup aurat bagi perempuan merupakan bagian yang perlu
diperhatikan. Terlepas dari permasalahan para pelajar yang protes akibat
undang-undang yang ada tidak memperhatikan siswi beragama muslim,
nilai yang diwujudkan dalam penggunaan rok panjang sebenarnya
merupakan bentuk perwujudan penggeneralisasian masyarakat, yaitu
mengikuti mayoritas. Namun bukan ini yang menjadi poin utamanya,
tetapi rok panjang yang dilihat sebagai instrumen pembatas antara dunia
yang immoral;sekuler, dengan dunia moral. Bahwa dengan menggunakan
rok panjang sama halnya dengan menjaga dan menerapkan nilai-nilai
agama dalam lingkup keseharian dengan harapan supaya manusia itu
sendiri tidak masuk sepenuhnya ke dalam dunia yang sekuler.
Dalam penerapan nilai-nilai ini, relasi sosial antar satu masyarakat
dengan lainnya merupakan elemen penting yang perlu diperhatikan.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang plural ini, perlu dilihat
bahwa penerapan ini merupakan perwujudan salah satu karakteristik
Indonesia itu sendiri, yaitu negara dengan penduduk mayoritas beragama
muslim. Dan dukungan dari masyarakat keseluruhanlah yang dibutuhkan
untuk tetap bisa menjalankan penerapan nilai-nilai ini dalam kehidupan
sehari-hari, dimana saling menghargai untuk sama-sama mendukung
masing-masing orang untuk berpegang kepada norma yang dipercaya
menjadi hal utama yang mendasari langgengnya hal ini, termasuk dalam
hal penggunaan seragam rok panjang.
Moral Geography Siswi Beragama Islam dalam Lingkup Sekolah
Swasta Kristen atau Katolik
Lainnya yang perlu diperhatikan adalah jika moral geography yang
diwujudkan dalam penggunaan seragam rok panjang ini merupakan hal
yang mudah terlihat karena melihat kondisi masyarakat Indonesia yang
mayoritas beragama muslim, lalu bagaimana dengan pelajar muslim yang
bersekolah di sekolah swasta yang kebanyakan merupakan sekolah
dibawah naungan yayasan kekristenan atau katolik? Dalam hal ini saya
hanya menyebutkan dua agama yaitu Kristen atau Katolik dikarenakan
kebijakan yayasan (atau sekolah) Kristen atau Katolik yang
memperbolehkan pelajar yang memeluk agama apapun untuk masuk
sekolah tersebut.
Jika melihat kembali bacaan yang telah disebutkan tentang
bagaimana muslim salafi di Swedia, dituliskan bahwa nilai-nilai yang ada
pada masyarakat Swedia kadang dirasa tidak sesuai dengan nilai Islam
yang mereka percayai, seperti misalnya pada percakapan sehari-hari yang
terkadang menyinggung atau berbau ide-ide yang tidak sesuai misalnya
seperti seks dan bagaimana hal-hal seperti iklan televise dan majalah
yang memunculkan konten-konten tidak sesuai seperti perempuan yang
“menanggalkan” pakaian mereka. Dalam lingkungan sekolah swasta,
tentu memiliki peraturan dan moral yang berbeda dengan sekolah negeri
biasanya. Misalnya adalah dari bagaimana aturan penggunaan seragam,
dimana pada sekolah swasta aturan tersebut diserahkan kepada yayasan
ataupun kepala sekolah sekolah tersebut. Hal ini menimbulkan perbedaan
pada seragam itu sendiri, yaitu rok panjang yang menjadi ketentuan wajib
dalam aturan seragam sekolah negeri tidak berlaku demikian pada
sekolah swasta Kristen maupun Katolik.
SMP/SMA Tarakanita 1, Pangudi Luhur, Santa Ursula, Penabur, dan
masih banyak sekolah swasta lainnya merupakan salah satu contoh
sekolah yang mempunyai aturan berbeda dalam hal seragam ini, dimana
rok yang digunakan para siswi merupakan rok pendek, dengan panjang
mencapai lutut atau sedikit dibawah lutut. Namun meski demikian,
peraturan ketentuan pemakaian seragam ini tidak menjadi hal yang
permasalahankan siswi yang memeluk agama Islam pada sekolah swasta
tersebut. Kemungkinan yang terdapat disini adalah kesiapan siswi
tersebut atas peraturan dan konsekuensi yang akan mereka jalani jika
bersekolah pada sekolah swasta tersebut. Saya melihat kondisi ini hampir
serupa dengan kondisi masyarakat muslim salafi di Swedia, dimana disini
konteksnya mereka yang berada dalam lingkungan Kristen atau Katolik
yang mendominasi. Lalu bagaimana wujud moral geography siswi
beragama muslim dalam lingkungan yang berbeda ini?
Kembali lagi kepada bacaan, wujud dari moral geography itu sendiri
tidak hanya dalam tata cara berpakaian dan betutur kata maupun
berperilaku, tetapi juga bisa diwujudkan dalam tempat-tempat religius
yang dibangun. Dalam lingkungan sekolah swasta Kristen maupun Katolik,
tempat beribadah bagi siswi, karyawan, guru, dan seluruh warga sekolah
beragama non-kristen maupun katolik justru dibangun atau disediakan
tempat khusus bagi mereka untuk beribadah. Hal ini merupakan salah
satu bentuk moral geography yang konteksnya adalah tempat. Dimana
tempat beribadah tersebut merupakan salah satu bentuk pembatasan
mereka atas mana dunia yang moral dan immoral.
Penutup
Pemakaian seragam sekolah merupakan hal yang dianggap penting
karena pemakaian seragam itu sendiri mewujudkan rasa kesatuan dan
nasionalisme suatu bangsa itu sendiri. Pemakaian seragam juga mampu
menunjukkan identitas dan dianggap merupakan salah satu bentuk
peradaban manusia. Pemakaian seragam pun memiliki aturan dan
ketentuan yang dilatarbelakangi berbagai nilai yang diambil dari
karakteristik kebudayaan masyarakat itu sendiri. Salah satunya adalah
penggunaan rok panjang merupakan salah satu bentuk penyesuaian
tersebut.
Rok panjang merupakan aturan yang dibuat untuk selain untuk
menyeragamkan dan membuat para siswi terlihat sopan. Namun hal ini
sebenarnya merupakan wujud atau bentuk dari bagaimana nilai agama
telah masuk ke dalam ruang publik, yaitu institusi pendidikan. Jika melihat
sejarahnya, masuknya nilai-nilai ini ke dalam ruang publik ditandai
dengan adanya keikutsertaan MUI, yaitu salah satu organisasi masyarakat
muslim terbesar di Indonesia dalam pembuatan aturan penggunaan
seragam ini. Lepas dari masyarakat Indonesia yang plural, masuknya nilai
agama pada ruang publik ini menurut saya lebih cenderung mengikuti
salah satu karakteristik menonjol masyarakat Indonesia yaitu mayoritas
penduduknya merupakan masyarakat muslim. Sehingga dampaknya
adalah sangat mudah untuk memasukkan nilai-nilai tersebut dan seperti
terkesan menggenalisir.
Moral geography yang terdapat dalam tulisan Guney Dogan
menurut saya sebenarnya lebih bercerita mengenai bagaimana
masyarakat Islam Salafi di Swedia berada pada posisi minoritas, sehingga
konsep moral geography, yaitu sikap bermoral yang mencerminkan
kesalehan demi menjaga batas dan memisahkan diri dengan dunia yang
sekuler, lebih terlihat relevan. Penggunaan seragam rok panjang sebagai
wujud geography menurut saya sebenarnya merupakan hal yang tidak
salah, namun jika melihat lagi bagaimana posisi masyarakat Indonesia
yang mayoritas beragama Islam, jatuhnya lebih cenderung ke bagaimana
nilai-nilai agama telah masuk secara implisit ke dalam ruang publik.
Untuk itu, menurut saya adalah bagaimana dalam melihat suatu
fenomena, penting untuk memperhatikan konteks suatu masyarakat itu
sendiri. Yaitu dengan memperhatikan karakteristik kebudayaan, sosial,
politik, serta lain sebagainya. Jika dikaitkan dengan mata kuliah
Antropologi Globalisasi, maka penting untuk melihat fenomena ini sebagai
sesuatu yang berelasi, antara manusia dan kebudayaannya, dan bahwa
sebenarnya terdapat term globalisasi dalam penyebaran nilai-nilai agama
itu sendiri, yaitu salah satunya adalah moral geography. Yang mana hal ini
berkaitan juga dengan unsur-unsur penyebaran seperti media dan
teknologi sebagai jembatan penyebaran nilai-nilai tersebut.
Referensi
Dogan, Guney
2014. Moral Geographies and the Disciplining Of Senses Among Swedish Salafis. United
Kingdom:
Equinox Publishing
Henk Schulte Nordholt,
1997. Outward appearances dressing state and society in Indonesia. Leiden : KITLV Press
Martini, Sri
2003. Pedoman Pakaian Seragam Sekolah: Sebuah Politik Pemerintah Orde Baru Terdadap
Pakaian Searagam Sekolah 1982-1991. Skripsi Pascasarjana Fakultas Ilmu Kebudayaan UI
Depok:
Tidak diterbitkan
http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2014/06/kemdikbud-keluarkan-permendikbud-nomor-45-
tahun-2014-tentang-pakaian-seragam-sekolah-2679-2679-2679 diakses pada tanggal 20 Desember
2016 pukul 16.00